CIREBONMU.COM, YOGYAKARTA – Konferensi Global tentang Hak-Hak Perempuan dalam Islam / The Global Conference of Women’s Rights in Islam (GCWRI) dilaksanakan pada Selasa (14/5/24). Acara yang berlangsung di Auditorium Majid Walidah Dahlan UNISA Yogyakarta ini dihadiri oleh pembicara dan peserta dari lebih 10 negara.
“Saat ini, kita berkumpul sebagai komunitas yang memiliki beragam suara, disatukan oleh komitmen bersama untuk mengeksplorasi, memahami, dan menegakkan hak-hak perempuan dalam kerangka Islam.” Hal tersebut disampaikan oleh Rektor Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta, Warsiti saat memberikan sambutan
Konferensi ini disebut Warsiti bertujuan untuk menegaskan kembali prinsip-prinsip Islam yang menjunjung tinggi hak dan kesetaraan perempuan. Islam sendiri menurut Warsiti sejatinya telah memberikan berbagai pedoman mengenai hak-hak perempuan, kesetaraan, dan peran perempuan dalam pemberdayaan. Akan tetapi pada realitasnya masih terdapat banyak ketidakadilan. “Hak-hak perempuan terus ditentang dan dilanggar di berbagai belahan dunia. Praktik budaya yang merugikan, salah tafsir terhadap teks agama, dan bias gender yang mengakar berkontribusi terhadap berlanjutnya diskriminasi dan ketidakadilan terhadap perempuan,” terangnya.
Baca Juga : Islam Itu Memuliakan Perempuan Bukan Mendiskriminasikan
Oleh karena itu konferensi ini juga bertujuan untuk memperbaiki kesalahpahaman yang mengurangi peran perempuan, mengidentifikasi strategi dan mekanisme yang mendorong keadilan gender dalam Islam, dan pada akhirnya mengembangkan rekomendasi yang dapat ditindaklanjuti oleh perempuan. pemerintah, lembaga, dan individu untuk memajukan kesetaraan gender.
Sebagai universitas yang didirikan oleh organisasi perempuan Islam, Warsiti menegaskan komitmen UNISA Yogyakarta untuk memberdayakan perempuan. “Kehadiran kampus ini merupakan bukti nyata keterlibatan aktif dan kontribusi berarti perempuan muslim terhadap masyarakat dan kemajuan umat manusia. Sebagai ciri khas kampus ini, UNISA Yogyakarta berkomitmen untuk memberdayakan perempuan muslim progresif, sebagaimana tercermin dalam salah satu misi universitas yakni mengembangkan studi dan memberdayakan perempuan dalam kerangka Islam progresif.” Warsiti berharap konferensi global ini akan mampu menjadi katalis perubahan positif, membimbing kita menuju dunia di mana hak-hak perempuan dihormati.”
Peter K. Munene CEO Faith to Action Network (F2A) menyampaikan rasa syukur dan kebahagiaan atas terlaksananya konferensi ini. Ia juga menyampaikan apresiasi atas seluruh pihak yang terlibat dalam persiapan acara ini. Konferensi ini disebut Peter adalah juga merupakan bagian dari upaya pencapaian tujuan ke lima dari SDG’s yakni mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan.
Dalam upaya mencapai kesetaraan gender dan memberikan akses bagi seluruh perempuan, Peter percaya bahwa agama dan keyakinan memegang peranan penting. Agama dan keyakinan disebut Peter mempengaruhi kehidupan, identitas, dan perilaku baik laki-laki maupun perempuan. “Iman memberi orang nilai-nilai yang membentuk cara mereka memandang diri mereka sendiri sebagai laki-laki dan perempuan, hubungan sosial dan intim mereka, serta alokasi kekuasaan dan sumber daya,” terangnya.
Baca Juga : ‘Aisyiyah Sampaikan Pengalaman pada Sidang Komisi Perempuan PBB ke-68
Peter juga melihat peranan penting yang dapat diambil oleh organisasi keagamaan dalam mendukung kehidupan yang lebih baik bagi perempuan. “Organisasi berbasis agama memainkan peran penting dalam mendukung strategi kelangsungan hidup perempuan sehari-hari, baik dalam hal bertahan dari kesulitan materi atau mengembangkan kekuatan spiritual batin untuk mengatasi keadaan sulit secara emosional,” terangnya.
Ia menyebutkan contoh nyata bahwa di banyak negara organisasi berbasis agama menyediakan layanan publik yang penting, seperti layanan kesehatan dan pendidikan. “Di tempat kita berkumpul ini (UNISA Yogyakarta) kita juga melihat bukti nyata bagaimana organisasi kegamaan menyediakan layanan pendidikan yang sangat membanggakan,” ungkap Peter.
Ia juga menyebutkan bahwa 30% hingga 70% infrastruktur kesehatan di Afrika dimiliki oleh organisasi berbasis agama. “Banyak juga organisasi berbasis agama mengkhususkan diri dalam menyediakan akses terhadap layanan publik bagi komunitas miskin, pedesaan, atau terpinggirkan yang bahkan pemerintah sendiri kesulitan untuk menyediakannya.” terangnya.
Oleh karena itu konferensi ini disebut Peter bertujuan untuk menyampaikan situasi aktual mengenai isu-isu hak-hak perempuan di berbagai aspek dalam Islam dan menyebarkan lebih lanjut sehingga memungkinkan pertukaran dan pembelajaran pengalaman.(CM)