Cirebonmu, Bandung – Ketua Program Studi Psikologi UM Bandung Riyanda Utari mengatakan bahwa bullying atau perundungan merupakan tindakan negatif yang berulang-ulang.
Dosen yang juga Psikolog Klinis ini juga berkata bahwa korban perundungan (baik secara fisik, verbal, maupun psikis) di sekolah, misalnya, terkadang tidak punya tempat untuk mengadu tentang permasalahannya.
Pasalnya, kata Riyanda, kadang-kadang ada teman-teman atau bahkan guru—tentu dengan berbagai alasan—tidak berempati terhadap korban kasus perundungan. Akhirnya, si korban menjadi down.
”Selain itu, perundungan juga erat kaitannya dengan pelecehan,” tutur Riyanda saat menjadi narasumber pertama dalam Seminar Psikologi dengan tema “Say No To Bullying” yang berlangsung di lantai satu UM Bandung pada Sabtu (14/10/2023).
Seminar psikologi ini diikuti 89 siswa perwakilan dari SMA/SMK se-Bandung Raya dan Sumedang. Mereka akan menjadi Duta Anti Bullying di sekolahnya masing-masing.
Lebih jauh, Riyanda lantas mengutip data dari BPS dalam laporan bertajuk “Indikator Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Indonesia 2022” bahwa mayoritas siswa yang mengalami perundungan di Indonesia adalah laki-laki.
Sementara itu, menurut data Kemen PPPA, kata Riyanda, dalam periode 1 Januari hingga 27 September 2023, ada 19.593 kasus kekerasan yang tercatat di seluruh Indonesia.
Ada tiga strategi untuk menghentikan perundungan. Pertama, pahami tanda-tanda perundungan dan merespons dengan bijak. Misalnya, dengan melaporkan kepada pihak yang berwenang.
“Kedua, mendorong empati dan pengertian di antara siswa atau anggota komunitas. Ketiga, membuat aturan dan kebijakan yang jelas tentang perundungan di sekolah atau tempat kerja,” tandas Riyanda.
Duta anti bullying
Narasumber kedua yakni Ketua Unit Layanan Pemeriksaan Psikologi (ULPP) UM Bandung Novy Yulianty yang mengupas pentingnya peran anti bullying di sekolah.
Psikolog klinis yang juga dosen ini mengatakan bahwa sejatinya ada satgas anti bullying di sekolah. Pasalnya, itu sebagai upaya untuk meminimalkan dan mencegah terjadinya bullying di lembaga pendidikan.
Satgas ini antara lain terdiri atas duta anti bullying, unsur bagian kesiswaan dan anggota OSIS guna berperan sebagai pusat pencegahan, penanganan, dan pengaduan kasus bullying di sekolah.
Mereka nantinya bisa mengecek seberapa jauh pemahaman siswa dan guru di sekolahnya mengenai bentuk bullying beserta dampaknya. Misalnya, dapat melalui Google Form ataupun wawancara.
”Kalau ditemukan kasus bullying di sekolahnya, lakukan pencatatan laporan oleh satgas tersebut berdasarkan kronologis kejadian secara detail dan sistematis,” kata Novy.
Andai kasus masih dapat ditangani oleh kedua belah pihak dan melibatkan satgas sebagai mediator, kasus dianggap selesai.
“Jika kasus belum dapat diselesaikan terutama karena perlunya pendampingan, baik pelaku maupun korban, satgas diharapkan segera membuat pengajuan pendampingan terhadap mitra ULPP UM Bandung,” pungkas Novy.
Pada kesempatan ini juga dilakukan penyematan pin Duta Anti Bullying kepada salah satu perwakilan peserta. Setelah itu, puluhan peserta yang lain pun serempak menyematkan pinnya masing-masing.
Tidak hanya itu, puluhan peserta seminar pun membubuhkan tanda tangan dan harapan di banner anti bullying yang ada di samping kiri kursi para siswa.
Hadir pada kegiatan seminar psikologi ini guru pendamping siswa, Wakil Dekan Soshum UM Bandung Aziz Taufik Hirzi, perwakilan dosen Psikologi, para mahasiswa aktivis Hima Psikologi, dan sebagainya.
Acara berlangsung dengan khidmat dan disertai diskusi serta tanya jawab antara peserta dan narasumber. Mereka juga ada yang bercerita tentang kasus bullying yang menimpa dirinya.
Seminar yang dilaksakan oleh Program Studi dan Hima Psikologi “Say No To Bullying” ini juga menjadi salah satu kegiatan yang mendukung implementasi program Kampus Sehat. Pasalnya, parameter Kampus Sehat adalah zero bullying. (YN/FA)