Lailatul Qadar, Kepekaan Sosial dan Lebaran

1
52
Sapto Suhendro S.Ag,M.Pd Ketua PDM Pemalang

CIREBONMU.COM  —  Satu kalimat yang kita tidak asing di sepuluh hari terakhir adalah Lailatul Qadar. Malam yang mulia ini hanya ada di bulan Ramadan, Satu malam yang sangat diidamkan oleh seluruh umat Islam di dunia. Betapa tidak? Malam Qadar adalah satu malam yang lebih dari seribu bulan, setara dengan 83 tahun lamanya. Ada satu surah yang tentu sangat kita hafal sejak kecil, Q.S. Al-Qadr: 3-5.

Lailatul Qadar, Kepekaan Sosial dan Lebaran CirebonMU

“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.”
Menurut hadis sahih, Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk menggapai malam tersebut pada malam-malam ganjil di 10 hari terakhir bulan Ramadan. Rasulullah SAW bersabda:
“Dari Aisyah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Carilah Lailatul Qadar pada malam yang ganjil dalam sepuluh malam yang akhir dari Ramadan”. (HR. Al-Bukhari, Muslim, Tirmidzi dan Ahmad).

Lalu bagaimana cara menggapai malam terbaik tersebut? Diantara caranya adalah dengan memperbanyak iktikaf di 10 malam terakhir.

Baca Juga : Bupati Pemalang Sholat Tarawih dan Silaturrahim Bersama warga Muhammadiyah Pemalang

Itikaf Reguler dan Temporer

Secara bahasa Itikaf berarti tetap tinggal pada suatu tempat. Menurut istilah, i’tikaf bermakna berdiam diri di masjid disertai dengan niat dengan tujuan semata-mata beribadah kepada Allah SWT, seperti sholat, dzikir, doa, kajian-kajian Islam dan lain sebagainya yang dilakukan di masjid.
Itikaf Reguler & Itikaf Temporer. Itikaf Reguler adalah berdiam diri di masjid selama 10 hari terakhir Ramadhan. Adapun temporer, dilakukan hanya di malam hari karena di pagi harinya ada kewajiban atau pekerjaan yang tidak bias ditinggalkan, bisa 10 hari full akhir Ramadhan ataupun beberapa malam saja. Itikaf temporer ini bisa dilakukan  orang-orang yang memang harus bekerja di malam hari dan tidak sempat ber’itikaf seperti para sekuriti, sopir bis malam, atau pegawai yang mendapatkan jadwal piket malam hari. Mereka tidak sempat qiyamullail, lakukan saat masuk ke dalam masjid pagi, siang, sore dengan niat berdiam diri sejenak di dalam masjid melakukan berbagai macam ibadah dengan memperbanyak membaca Al-Qur’an, doa atau berzikir. Dengan memperbanyak pula membaca doa:

Lailatul Qadar, Kepekaan Sosial dan Lebaran CirebonMU

Artinya : Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, Engkau mencintai orang yang meminta maaf, karenanya maafkan aku.

Zakat Wujud Kepekaan Sosial.

Dan di penghujung bulan Ramadan nanti, sebagai seorang muslim kita diperintahkan untuk menunaikan zakat yang disebut sebagai zakat fitrah. Kewajiban zakat ini bukan hanya perintah yang harus dilakukan sebagai ibadah saja, namun juga dilakukan untuk kepentingan sosial. Karena salah satu fungsi dari diperintahkannya zakat adalah untuk memberikan maslahat kepada manusia, khususnya bagi orang-orang yang membutuhkan. Dengan demikian, zakat dan kepekaan terhadap kehidupan sosial memiliki hubungan yang erat.

Baca Juga : Puasa Melawan Angkuh Diri

Lebaran : No Tabdzir & No Riya’

Masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam memiliki tradisi lebaran yang sangat indah. Silaturrahmi yang dikemas dengan tradisi mudik atau pulang kampong dan saling berkunjung. Secara mudah, silaturahmi artinya menyambung tali cinta atau kasih kepada sesama muslim, terutama kepada keluarga inti, kerabat atau handai taulan.

Perlu kita ingat bahwa lebaran merupakan salah satu ladang ibadah. Hindarilah perkara-perkara yang tidak perlu dan mengakibatkan dosa. Apa itu? Tabdzir dan riya’. Tabdzir atau pemborosan merupakan perilaku tercela. Membawa uang banyak saat pulang kampung tentu boleh, namun pergunakanlah sebaik mungkin di kampung halaman agar ketika kembali bekerja pasca mudik, keuangan kita masih aman terkendali. Tidaklah sedikit para pemudik yang akirnya banyak hutang setelah kembali dikarenakan kurang bijak dalam menggunakan harta di kampung halaman.


Adapun riya dalam konteks mudik adalah prilaku pamer harta di kampung halaman. Tidak ada larangan membawa kendaraan mewah, HP kelas sultan dan juga perhiasan indah selama diniatkan sebagai rasa syukur kepada Allah. Jika diniatkan untuk pamer atau riya, tentu sangat disayangkan. Mudik yang seharusmya memperoleh pahala dan keberkahan, dinodai dengan prilaku tak terpuji dan sangat dilarang dalam islam. Semoga kita terhindar dari sifat tabdzir & riya ini. Aamiin. (CM)

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini