Mencintai Islam, Mencintai Indonesia

0
321
Syamsudin Kadir, Penulis Buku "Merawat Indonesia" (foto : facebook.com)

Oleh: Syamsudin Kadir (Penulis Buku “Merawat Indonesia”)

CIREBOMU.COM — ISLAM merupakan agama risalah, yaitu sebuah agama yang diwahyukan oleh Allah kepada para malaikat-Nya lalu disampaikan kepada utusan-Nya untuk disampaikan kepada segenap umat manusia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai utusan Allah yang mendapat amanah risalah tersebut telah menjalankannya dengan sempurna. Bahkan Allah pun menegaskan itu dalam sebuah firman-Nya, “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. al-Ma’idah ayat 3).

Dalam khazanah Islam, cinta merupakan terminologi kunci, bukan saja dalam meyakini agama, dalam hal ini Islam, tapi juga dalam mengaktualisasikan berbagai ajarannya dalam kehidupan nyata. Baik dalam dimensi personal maupun kolektif sekaligus sosial. Maka dalam Islam, mencintai kebenaran mesti diwujudkan dalam bentuk ucapan, tindakan dan laku hidup. Sebagaimana iman yang kerap dimaknai sebagai proses ikrar lisan, keyakinan hati dan pengamalan hidup maka cinta pada Islam juga demikian. Mencintai Islam harus tumbuh dari keyakinan yang kuat dan mesti menjadi tindakan dan laku hidup.

Dalam banyak riwayat dijelaskan posisi yang sama atau sepaket antar iman dan cinta. Keimanan merupakan saudara kembar kecintaan. Sehingga sebagian ulama menjelaskan bahwa tak sempurna iman tanpa cinta dan tak sempurna cinta tanpa dilandasi iman. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun menggariskan demikian. Dari Abu Hamzah Anas bin Malik ra, pembantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Salah seorang di antara kalian tidaklah beriman (dengan iman sempurna) sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Baca Juga : Misi Islam Rahmatan Lil Alamin Sebagai Pemberi Kabar Gembira Harus Diemban Umat

Dalam Islam, mencintai sesama menjadi hal yang penting. Keimanan kita bakal dipersoalkan bila tidak dibangun atas dasar cinta dan tidak diejawantah dalam kehidupan ril. Bayangkan saja, urusan iman yang sangat personal itu menjadi urusan sosial kemasyarakatan, minimal dengan saudara seiman. Maknanya, keimanan dalam Islam tidak tumbuh dari virus ananiyah (keakuan) atau sifat egoistis yang berlebihan. Karena ia mesti terbangun dari cinta yang tulus dan mesti berdampak pada kehidupan sosial masyarakat. Maka mencintai agama mesti berdampak pada tindakan manfaat bagi sesama.m, terutama sesama anak bangsa Indonesia. 

Kita sangat bersyukur kepada Allah karena mendapat anugerah sebagai bangsa Indonesia. Kita lahir dan besar di bumi nusantara ini sejak lama, sejak para leluhur kita terdahulu hingga generasi kita saat ini. Kekayaan alam negara kita sungguh menakjubkan bagi siapapun. Kesuburan alam kita membuat bangsa manapun di dunia ini berdecak kagum. Bayangkan, apapun yang kita tanam akan tumbuh dan membuahkan hasil yang baik dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat kita. Betapa hebat, kaya dan indahnya Indoensia.

Keelokan alam negara kita membuat berbagai bangsa di dunia begitu bangga untuk berkunjung di setiap tahun bahkan di setiap harinya. Berbagai objek wisata termasuk wisata alam yang begitu kaya telah menjadi daya tarik tersendiri bagi siapapun untuk datang ke Indonesia. Mereka mengakui bahwa Indonesia negeri yang sangat kaya dan indah, sehingga mereka kunjungi. Keramahan orang Indonesia juga telah menjadi daya tarik tersendiri bagi bangsa mana pun untuk berkunjung. Sungguh, ini adalah kekayaan yang tak bisa ditukar dengan abjad dan bilangan apapun.

Indonesia dengan jumlah penduduknya yang begitu besar, keanekaragaman latar masyarakat dan perbedaan latar sosial lainnya yang sangat variatif telah menjadi satu kesatuan yang utuh tentang Indonesia yang unik dan layak dikunjungi. Perbedaan dan keragaman latar belakang masyarakat Indonesia telah menjadi kekuatan utama yang mengokohkan bangunan Indonesia kita. Pancasila dengan lima silanya telah merekatkan berbagai keragaman dalam satu taman indah Indonesia. Kita pun berbeda dalam banyak sisinya namun memiliki satu rumah besar bernama Indonesia.

Baca Juga : Penjelasan Tentang Hilal di Bawah Ufuk dalam Kalender Islam Global

Diakui bahwa negeri kita menghadapi berbagai masalah yang sangat kompleks, berat dan rumit. Sehingga tak sedikit diantara kita yang semakin tergoda untuk mengatakan Indonesia bakal hancur lebur menjadi serpihan kecil yang beranak pinak. Ungkapan dan pemikiran semacam itu tak keliru, karena memang indikasinya terpampang nyata di hadapan kita. Seperti kasus korupsi, tindak kriminalitas, kasus narkoba, ilegal logging, dan masih banyak lagi. Semuanya menjadi biang yang memungkinkan kita sebagai bangsa dan negara hancur berkeping-keping.

Namun sebagai sebuah bangsa yang memiliki pengalaman panjang dijajah dan memerdekakan diri dari dari penjajahan, kita mesti menyisakan energi optimisme. Betul ada saja virus pesimisme yang muncul dalam abjad dan narasi kebangsaan kita, namun itu tidak akan membuat kita berbenah diri. Justru dalam kondisi demikian, kita harus terus berbenah sekaligus berupaya untuk menyebar energi optimisme di tengah masyarakat kita. Harus ada upaya untuk menyudahi berbagai hal yang membuat Indonesia menuju jarang yang keliru dan membahayakan.

Dua kata kunci yang memperkokoh optimisme kita pada Indonesia adalah mencinta Indonesia. Mencintai merupakan kata kerja yang mengharuskan adanya upaya serius dari seluruh elemen bangsa ini untuk menyumbangkan seluruh ide dan pikirannya untuk memastikan negara ini terus terawat dengan baik. Tenunan kebangsaan tidak boleh dirobek oleh berbagai anasir yang membuatnya tinggal menjadi kenangan sejarah. Hanya dengan begitulah, kita memiliki semangat dan kesempatan untuk terus menjaga bangsa dan negara kita.

Baca Juga : Antropolog Robert Hefner, Muhammadiyah Aset Moral Bagi Bangsa Indonesia

Mencinta Indonesia memang pekerjaan orang-orang hebat. Namun orang-orang hebat tidak selalu lahir dari rahim pahlawan besar, bahkan para pahlawan besar di lapak sejarah negara kita terlahir dari rahim-rahim mulia yang berasal dari latar sosial yang sederhana. Mereka tidak selalu merupakan anak keturunan para raja besar, sultan kaya dan pejabat berpangkat mentereng. Mereka adalah lelaki dan wanita sederhana yang akrab dengan masyarakat biasa, karena memang mereka berasal dari latar yang sama. Mereka hadir menjadi suluh pengibar semangat untuk maju dan mencicil sejarah baru bagi Indonesia, dari satu episode sejarah ke episode sejarah berikutnya.

Ya, orang-orang hebat itu telah melakukan hal-hal sederhana yang memiliki dampak baik bagi kehidupan bangsa dan negara. Mereka mencicil kontribusinya dalam proses menjaga dan memastikan Indonesia tetap tumbuh sebagai bangsa yang majemuk, maju dan unggul. Mereka bekerja pada lapangan atau medan profesi yang beragam. Mereka adalah petani, nelayan, dokter, dosen, bidan, perawat, TNI, Polri, guru, seniman, penulis dan siapapun yang berdedikasi sebagai wujud cinta pada Indonesia. Bahkan mereka adalah anak-anak muda kreatif dan inovatif serta tumbuh dalam prestasi karya dan keunggulan.

Mencintai Islam sekaligus mencintai Indonesia memang pekerjaan yang tidak selalu ringan. Sebab berbagai tantangan berat dan hambatan rumit selalu hadir di hadapan kita. Kita baru saja menuntaskan solusi untuk satu masalah, tak lama kemudian muncul berbagai masalah  baru yang lebih berat juga rumit. Siklus semacam itu tidak saja berlaku dalam skema kebangsaan tapi juga dalam skema peradaban umat manusia. Peradaban bangsa kita pasti mengalami berbagai tantangan, namun itu bakal menjadi momentum terbaik bagi kita untuk berbenah dan bertransformasi. Semoga tugas sejarah semacam itu mampu kita tunaikan dengan sikap dan langkah terbaik. Jangan lelah mencintai Indonesia dengan spirit Islam! (CM)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini