CIREBONMU, Yogyakarta — Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Pimpinan Pusat Muhammadiyah berkolaborasi dengan Fakultas Kedokteran Universitas Ahmad Dahlan (UAD) laksanakan kegiatan terakhir dari Program Jamaah Tangguh Bencana dengan acara simulasi bencana yang dilakukan di Masjid Baiturrahim, Potrobayan, Pundong, Bantul pada Rabu (1/11/23). Pelatihan dan simulasi yang dilakukan ini menghadirkan sekitar 50 peserta dari jamaah masjid dan juga remaja masjid.
Kegiatan diawali dengan materi dan pembagian tugas yang disampaikan secara berkelanjutan dari pertemuan sebelumnya oleh Budi Santoso, S.Psi., M.KM., Wakil Sekretaris MDMC PP Muhammadiyah, yang kemudian disusul dengan aktivitas simulasi bencana di pelataran masjid. Selanjutnya, acara ditutup dengan materi penutup terkait fikih kebencanaan oleh Dr. Dody Yurnizal S.Pd., M.Pd, Bidang Pendidikan dan Pelatihan MDMC.
Lebih lanjut, Budi Santoso menyampaikan pentingnya materi dan kegiatan simulasi bencana guna memperlancar proses evakuasi ketika adanya gempa sungguhan.
“Lahirnya program ini sebenarnya kan karena lokasi ini (Potrobayan) berada di titik 0 pusat gempa bumi Yogyakarta pada tahun 2006. Makannya kenapa kemudian penting untuk dilakukan pemaparan materi yang tujuannya untuk meningkatkan pemahaman masyarakat dan simulasi untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan dalam evakuasi,” ujarnya.
“Harapan saya (MDMC) adalah agar masyarakat umum sadar akan bencana gempa bumi yang bisa datang kapan saja, dan secara khusus masyarakat Potrobayan, Bantul” tambahnya.
Dr. Dody Yurnizal S.Pd., M.Pd., dalam penyampaian materinya yang sekaligus menjadi aktivitas terakhir mengatakan bahwa masjid harus menjadi tempat pendidikan yang sadar akan kebencanaan. “Masjid harus seperti ruang pendidikan yang mengetahui terkait kebencanaan. Makanya hasil dari kegiatan ini perlu adanya pedoman atau buku panduan terkait kebencanaan. Kemudian juga kepentingannya adalah lingkungan masjid sebagai tempat simulasi supaya tahu prosedur Ketika sedang di dalam rumah atau di tempat yang lain,” ucapnya.
“Bencana memiliki dua sisi. Pertama sisi teologis, maksudnya adalah jangan melihat bencana sebagai azab tetapi wajib melihat bencana sebagai wujud kasih sayang Allah. Kedua, sisi sosiologis. Dalam fikih kebencanaan Muhammadiyah tidak hanya semata-mata mengirimkan relawan. Lebih jauh dari itu, perlu memperhatikan prinsip yang harus dilaksanakan dalam mengatasi bencana yaitu prinsip inklusifitas dan prinsip tata Kelola kebencanaan,” tambahnya.
Selanjutnya, Dody menutup pemaparannya dengan mengutip kalimat dari Ibnu Sina, kepanikan adalah setengah dari penyakit. Sedangkan ketenangan adalah setengahnya dari obat. (Yn/Akm)
Sumber : MDMC PP Muhammadiyah