CIREBONMU.COM, YOGYAKARTA — Muhammadiyah ini perpaduan dari orang-orang, para pemimpin, para kader yang berada di dalam kolektif kolegial. Jadi seperti kesebelasan (sepakbola).
Hal ini diungkap Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir dalam Konferensi Pers Jelang Muktamar ke-48 Muhammadiyah-‘Aisyiyah pada, Rabu (16/11). Dan konsep kepemimpinan di Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu kolektif kolegial, dan di atas itu ada sistem yang kokoh untuk menjalankan organisasi.
Merujuk pada filosofi strategi kesebelasan sepakbola, Haedar menjelaskan bahwa setiap Ketua PP Muhammadiyah memiliki peran masing-masing. Karena dalam mengarungi sebuah pertandingan, yang penting adalah irama permainannya. Kolektif kolegial tersebut diatasnya ada sistem sebagai panglima yang mengatur permainan.
“Yang kedua di atas yang kolegial itu ada sistem, jadi siapapun dia ke depan sampai seterusnya itu kekuatannya pada sistem. Insyaallah akan ada perpaduan dari semuanya ini,” imbuhnya.
Baca Juga : Penutupan Muktamar ke-48, Wapres Ma’ruf Amin Dipastikan Hadir
Ketika ditanya tentang masuknya nama-nama Ketua PP Muhammadiyah periode ini pada bursa calon di Muktamar 48, Haedar menjelaskan bahwa itu kerahasiaan yang dimiliki oleh Panitia Pemilihan (Panlih). Bahkan dirinya juga tidak tahu, namanya masuk atau tidak. Sebab hanya diberikan blanko kesediaan, tapi yang mengajukan nama-nama itu dari Wilayah.
“Nah yang sedia-sedia itu diseleksi lagi, sejak seleksi itu kita sudah tidak tahu mana yang masuk dan yang tidak. Tetapi prinsip di Muhammadiyah itu ketika amanat itu diberikan lewat muktamar, kita tidak boleh menolak, kita tunaikan dengan baik. Tapi jangan sekali-kali kita ngejar amanat, ngejar jabatan, itu (prinsip) sudah menjadi darah daging kami,” tuturnya.
Baca Juga : Kapolresta Surakarta, Bangga dan Terhormat Bekerjasama Dengan Kokam Amankan Muktamar
Oleh karena itu, Haedar percaya nanti siapapun yang duduk di kepemimpinan PP, Muhammadiyah akan tetap berjalan di atas rel dan garis-garis haluan organisasi yang telah ditetapkan. Dirinya juga percaya para pemegang hak pilih di Muktamar 48 merupakan orang-orang yang arif dalam menentukan pilihan untuk Muhammadiyah.
Sementara itu, menyinggung tentang kepemimpinan nasional menjelang tahun politik 2024, Haedar mengatakan bahwa yang dibutuhkan Indonesia bukan karismatik tokoh, melainkan karisma nilai atau value. Serta, dari golongan manapun sosok yang terpilih pada 2024 untuk kepemimpinan nasional, dia harus menjadi milik rakyat, bangsa dan negara.
Baca Juga : Becak Stroom Jogja Siap Beroperasi Di Edutorium UMS Saat Muktamar
“Kita harus mengontrol itu, kenapa ? karena jika kepemimpinan berbasis pada primordialisme, itu nanti yang terjadi bukan lagi kepemimpinan kenegarawanan, tetapi kepemimpinan per kauman,” ungkapnya.
Guru Besar Sosiologi ini menegaskan, bahwa pola tata kelola negara yang dilakukan setelah reformasi harus disudahi. Tidak boleh lagi ada coba-coba lagi dalam tata kelola Indonesia. “Ke depan harus dimulai, siapapun, dari partai manapun, baik gabungan maupun perorangan, ajak mereka untuk menjadi pemimpin Indonesia,” tegasnya.
Haedar menambahkan, yang tidak kalah penting setelah Muktamar ke-48 Muhammadiyah adalah menciptakan Pemilu 2024 yang jauh lebih baik dari sebelumnya, dengan menyuarakan hal-hal yang benar, baik dan positif bagi proses Pemilu 2024. Menurutnya, untuk menciptakan prakondisi menuju 2024 yang lebih baik, bisa dengan dibukanya ruang-ruang dialog.
“Maka tugas kita lebih berat setelah muktamar, yakni mengawal proses itu agar satu tahun punya waktu menciptakan prakondisi,” katanya. (yan/rilis)
Sumber : Tim Media Muktamar 48
Berita Terkait :
Haedar Nashir Ungkap Lima Agenda Muktamar ke 48
Ketum Muhammadiyah Paparkan Muktamar Bahas Isu Strategis Tahun Politik 2024
[…] sumber berita ini dari muriamu.id […]
[…] Read More, […]